In Kamboja Travel

Seharian Keliling Phnom Penh

Travel goal tahun ini adalah ASEAN!
Masih ada 2 negara lagi yang belum aku kunjungi, yaitu Kamboja dan Brunei Darusalam. 

Awal tahun ini akhirnya memutuskan untuk travel ke Kamboja (mumpung ada diskon besar dari Air Asia) terus lanjut jalan ke Thailand via darat. Niatnya cuma mau explore Angkor Wat aja, tapi dasar kurang pengetahuan, aku malah beli penerbangan ke Phnom Penh wkwk alih-alih ibu kota Kamboja kan Phnom Penh ya. Setelah beli tiketnya dan baca-baca artikel, ternyata aku baru ngeh kalau Angkor Wat itu terletak di kota Siem Reap yang berjarak cukup jauh dari Phnom Penh (sekitar 5-6 jam).

Ya gimana ya haha tetap lanjut jalan dong pastinya, gak mau menyesal dan gak mau rugi, gak ada salahnya juga kan explore tempat baru. Berhubung Phnom Penh adalah kota kecil, jadi sehari pun cukup untuk mengelilinginya.

Oh iya anyway ini aku jalan sebelum ada peraturan pembatasan dan wabah covid-19 juga belum terlalu marak.

Tiba di Bandara Internasional Phnom Penh sekitar pukul 09.00 pagi dan masih cukup sepi untuk hitungan bandara internasional, tapi bangunannya sudah cukup bagus namun luasnya tidak terlalu besar. Selanjutnya, karena trip kali ini memegang prinsip hemat tapi tidak menyusahkan, aku mencoba untuk menaiki bis umum nomor #3 ke city center karena ongkosnya murah hehe hanya 1500 KHR per orang

Sementara itu, di luar bandara sudah banyak sekali supir tuktuk yang menawarkan jasa one day trip, aku tidak tahu berapa harganya, namun sudah pasti mahal haha menurut info yang aku baca mungkin akan dipatok sekitar 20 USD per orang untuk seharian berkeliling. Oh iya, Kamboja adalah satu-satunya negara di ASEAN yang menerapkan dua mata uang sebagai alat pembayaran, yaitu USD dan KHR, dimana 1 USD = 4000 KHR.

Berbekal membaca blog orang di internet dan dibantu oleh google maps, kami harus menaiki bis dari halte bus yang terletak di depan bandara (dari pintu keluar gate, jalan keluar bandara, melewati parkiran, halte bis nomor #3 ada di sebelah kiri pintu keluar bandara, haltenya kecil jadi jangan sampai terlewat). Bisnya bagus, ada AC dan audio informasi permberhentian, walaupun ada perbedaan dengan rute yang diinformasikan diinternet. Setelah menaiki bis, aku langsung membayar dengan memasukan uang ke dalam kotak di samping supir. 

Tujuan pertama adalah Wat Phnom, jaraknya sekitar 30-45 menit dari bandara tergantung dari kondisi jalan. Walaupun ada audio informasi pemberhentian tapi tetap saja aku tidak mengerti apa yang diucapkan, jadi hanya berpatokan pada google maps. Aku harus turun di General Departement of National Treasury, kemudian berjalan kaki kurang lebih 5 menit. 

Sesampainya di Wat Phnom, turis diwajibkan untuk membayar tiket masuk seharga 1 USD atau 4000 KHR, sementara untuk warga lokal gratis. Wat Phnom adalah candi (wat) budha yang bisa dibilang sebagai simbol dari kota Phnom Penh. Banyak warga lokal yang datang untuk beribadah bersama dengan keluarga.
Wat Phnom di Phnom Penh
Bagian dalam Wat Phnom di Phnom Penh
Kondisi cuaca saat itu sangatlah terik dan berdebu, jadi pakailah pakaian yang senyaman mungkin dan jangan lupa topi, sunglasses, dan sunscreen

Tempat selanjutnya yang aku kunjungi adalah National Museum of Cambodia yang terletak kurang lebih 1 km dari Wat Phnom. Karena minim informasi dan tidak mau membuang-buang waktu, aku memutuskan untuk naik Grab Tuktuk yang harganya cukup terjangkau, rata-rata bahkan tidak sampai 1 USD. Pesannya lewat aplikasi Grab dan bayarnya cash. Tidak perlu khawatir karena nomor plat di aplikasi pasti sama dengan nomor kendaraan tuktuknya, tinggal chat saja untuk janjian terkait lokasi penjemputan. 

Setibanya di National Museum of Cambodia, aku sangat takjub melihat bangunannya yang megah, semua serba merah dengan corak dan ukiran yang sangat detail. Tiket masuk museum seharga 10 USD per orang untuk turis dewasa. Museum nasional ini banyak menyimpan karya seni  bersejarah peninggalan bangsa Khmer zaman dahulu kala. Di dalam museum dilarang untuk melakukan aktivitas fotografi terhadap koleksi museum, namun kita diperbolehkan memotret bagian luar museum yang sangat megah dan indah.
National Museum of Cambodia
Tidak jauh dari National Museum of Cambodia, sekitar 300 meter, terdapat kedai makanan Indonesia yang bernama Warung Bali. Wajib hukumnya makan disini kalau sudah menginjakan kaki di Phnom Penh. Warung Bali ini punya orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Phnom Penh, namanya Pak Firdaus yang ternyata sangat ramah. Masakan yang disajikan ada masakan khas Indonesia dan Kamboja. Saat itu aku memesan nasi ayam goreng mentega dan satu masakan Kamboja sejenis capcay seafood namanya nom banh chock, rasanya jangan ditanya, enaaaaakk banget dan harganya pun terjangkau, porsinya banyak hehe. 

Sempat ngobrol sebentar dengan Pak Firdaus, beliau menginformasikan agar berhati-hati memegang handphone dijalan, karena banyak sekali kasus perampasan disana. Melihat tas backpack kami yang cukup besar, beliau menawarkan agar kami menitipkan tas kami di warungnya sementara kami melanjutkan perjalanan. Bahkan ada yang bilang kalau bisa menumpang mandi disana. 
Warung Bali di Phnom Penh
Awalnya memang aku tidak berencana memesan penginapan di Phnom Penh karena malamnya akan melanjutkan perjalanan menuju Siem Reap menggunakan bis malam. Namun karena sudah lelah ditambah juga cuaca yang cukup panas, akhirnya aku memutuskan untuk pesan hostel untuk tidur siang wkwk. Pilihan jatuh kepada Sla Boutique Hostel, dengan rate Rp 160.000 per hari untuk kamar tipe dormitori wanita 2 orang. Aku sangat merekomendasikan hostel ini, selain karena lokasinya yang strategis, pelayanannya ramah, harga cukup terjangkau, bersih, dan disediakan kelas masak gratis pada sore hari dan makanannya bisa dinikmati sebagai makan malam.
Ruang tunggu dan receptionist (source: booking.com)
Double bed di dormitory wanita Sla Boutique Hostel (source: booking.com)
Ruang santai (source: booking.com)
Sore hari aku melanjutkan perjalanan menuju Phnom Penh Royal Palace dengan berjalan kaki dari Sla Boutique Hostel kurang lebih 20 menit. Sayangnya karena tiba disana lewat dari pukul 5 sore, jadi Phnom Penh Royal Palace sudah tutup dan kebetulan juga sedang direnovasi, jadi akhirnya aku memutuskan untuk berjalan menuju destinasi selanjutnya yaitu Wat Ounalom Monastery, yang terletak hanya 15 menit dari Phnom Penh Royal Palace. Tempat ini merupakan simbol penting umat Budha di Phnom Penh, dimana didalamnya juga terdapat gong perdamaian yang menjadi simbol perdamaian negara-negara ASEAN.
Bagian depan Phnom Penh Royal Palace
Wat Ounalom Monastery
Gong ASEAN di Wat Ounalom Monastery
Tepat diseberang Wat Ounalom Monastery, terdapat ruang terbuka semacam alun-alun kota Phnom Penh yang dikenal dengan Sisowath Quay di pinggir Sungai Mekong. Selanjutnya aku menyelusuri Sisowath Quay sambil berjalan menikmati senja dan menunggu matahari tenggelam. Banyak aktivitas warga lokal yang dilakukan sepanjang jalan Sisowath Quay, ada yang berolahraga, bermain, atau bahkan sekedar duduk dipinggir sungai. Di sisi lain jalan terdapat banyak cafe dan hostel yang dipenuhi oleh turis-turis. 
Sisowath Quay
Sisowath Quay di Pinggir Sungai Mekong
Keramaian di Sisowath Quay
Kurang lebih berjalan 1 km sepanjang Sisowath Quay menuju ke Phnom Penh Night Market yang merupakan pasar malam terkenal di kota Phnom Penh. Seperti pasar malam pada umumnya, banyak penjual yang menjajalkan jualannya dari mulai baju, souvenir khas Kamboja, pernak-pernik, makanan, minuman, sepatu, dan lain-lain. Selain itu terdapat sebuah panggung besar di tengah pasar yang digunakan penyanyi lokal untuk menampilkan live music dengan kearifan lokal Phnom Penh. Selain berbelanja, kamu wajib mencoba makanan dan jajanan lokal khas Kamboja di pasar malam ini sambil duduk lesehan bergabung dengan orang lokal lainnya, seru banget lesehan sambil makan di pasar malam remang-remang haha.
Phnom Penh Night Market
Perjalanan menyelusuri Kota Phnom Penh berhenti sampai disini, karena aku harus kembali ke hostel dan berkemas untuk ke Terminal Giant Ibis untuk melanjutkan perjalanan malam menuju Siem Reap. Sehari berkeliling Phnom Penh adalah hal yang menyenangkan dan sangat mungkin dilakukan. 
TIPS & TRICK 
Sebelum berangkat pastikan hal-hal penting yang harus kamu persiapkan, yaaaaa....
  1. Tiket Pesawat - Pastikan kamu sudah punya tiket ya. Air Asia menyediakan rute dari Jakarta menuju Phnom Penh melalui Kuala Lumpur, namun saat ini Citilink Indonesia sudah membuka penerbangan Jakarta ke Phnom Penh loh. Boleh tuh di cek-cek harga dan jadwalnya.
  2. Uang - Kamboja memberlakukan 2 mata uang sekaligus, USD dan KHR. Tapi kayaknya mata uang KHR tidak dijual di money changer Indonesia, jadi kamu bisa bawa USD saja, tapi pastikan juga nominalnya yang kecil-kecil ya karena kalau ada kembalian biasanya dikembalikan dengan KHR huhuhu. Sedihnya, USD disini lecek-lecek hiks bahkan ada juga yang robek tapi masih bisa digunakan, namun jika sudah keluar Kamboja USD yang lecek itu tidak akan ada yang mau menerima.
  3. Itinerary - Sesuaikan destinasimu dengan waktu liburanmu. Karena aku hanya punya 1 hari di Phnom Penh jadi itinerary nya agak ambisius haha gak mau rugi waktu.
  4. Transportasi - Transportasi umum di Phnom Penh masih belum maju, tidak ada LRT atau MRT hanya ada Grab (mobil, motor, dan tuktuk), Pass App (semacam Grab versi lokal), Bis, dan Tuktuk. Namun, aku lebih suka berjalan kaki karena lokasi satu tempat ke tempat lainnya tidak terlalu jauh.
  5. Cuaca - Super panas dan banyak debu, kalau siang suhunya bisa mencapai 38 derajat. Jadi siapkan alat tempur berupa sunscreen, sunglasses dan topi untuk perlindungan kulitmu. Cuaca panas ini pasti membuat badan mudah terasa gerah, jadi sebaiknya hindari memakai baju yang tebal.
  6. Makanan - Rasanya hampir mirip dengan makanan Thailand, tetapi agak sulit menemukan makanan halal disini. Makanan lokal yang aku coba antara lain Lap Khmer, Nom Banh Chock, Fish Amok, dan semacam bihun kuah soto dengan bumbu kacang. Sekali makan harganya sekitar Rp 10.000,- sampai dengan Rp 40.000,-.
  7. Hotel - Harga hotel disini menurutku termasuk murah, bahkan aku menemukan ada yang buka rate Rp 50.000,- per malam, tapi gatau sih bentuknya seperti apa haha jadi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhanmu. 
  8. SIM Card - Aku membeli SIM Card yang dapat aktif di Kamboja dan Thailand via Klook  dengan harganya sekitar Rp 120.000,-. SIM Card diambil dan diaktivasi di Kuala Lumpur International Airport sekalian pesawatku transit disana sebelum terbang ke Phnom Penh.
ITINERARY & BUDGET

Jadi, untuk liburan akhir pekan yang singkat, kamu bisa menambah Phnom Penh ke dalam bucket list mu. Selain biaya hidupnya yang murah, mudah diakses dengan google maps dan jalan kaki, Phnom Penh juga terkenal dengan sejarahnya.



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments


In Nusa Tenggara Timur Travel

Danau Weekuri, Laguna Eksotis di Timur Indonesia

Pulau Sumba yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur ternyata menyimpan berjuta pesona budaya dan alam yang begitu indah. Banyak yang bilang bahwasanya Pulau Sumba adalah surga kecil yang jatuh ke bumi. Pesona budaya dan adat di Pulau Sumba kerap menarik perhatian wisatawan dan bahkan turut dijadikan objek wisata. Begitu pula dengan alamnya, sebut saja hamparan padang sabana yang menguning pada saat musim kemarau, kemudian kontur bukit yang berbaris membentuk suatu gelombang, serta laut biru dengan garis pantai yang memikat mata. Bukan hanya itu, ternyata Pulau Sumba masih memilik harta karun yang tidak kalah indahnya, namanya Danau Weekuri, laguna eksotis yang tersembunyai di Timur Indonesia. 

Danau air asin ini terletak di Desa Kalenarongo, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya. Untuk bisa sampai ke laguna ini perlu menempuh jarak 60 km dan membutuhkan waktu sekitar 2 jam dari ibu kota kabupaten, Tambolaka. Akses menuju Danau Weekuri bisa dibilang cukup sulit, belum ada kendaraan umum dan terletak jauh dari perkotaan, selain itu jalan yang dilalui cukup sempit dan berbatu. Minimnya petunjuk arah dan susahnya sinyal telekomunikasi membuat perjalanan menjadi lebih lama. Satu-satunya petunjuk arah terbaik adalah masyarakat, jadi jangan malu untuk menanyakan arah kepada masyarakat sekitar. Tidak ada gerbang masuk khusus yang menunjukan pintu masuk Danau Weekuri, hanya ada beberapa orang yang mengatur arus kendaraan dan parkir. 

Setibanya di lokasi, terdapat sebuah pos jaga dan petugas yang meminta pengunjung untuk membayar tiket masuk seikhlasnya untuk menikmati keindahan danau ini. Hal ini dikarenakan belum ada peraturan yang jelas terkait dengan retribusi atau harga tiket masuk ke Danau Weekuri. Selanjutnya, untuk mencapai danau harus berjalan mendaki terlebih dahulu sekitar 50 meter. Perasaan lelah dan lika-liku perjalanan menuju Danau Weekuri akan terbayarkan saat tiba di lokasi. Hamparan air, hembusan angin, dan suara ombak seraya memanggil, membuat hati tak sabar ingin segera menghampiri. 

Danau Weekuri memiliki banyak keunikan jika dibandingkan dengan danau pada umumnya di Indonesia. Siapa sangka kalau airnya yang sangat jernih dan berwarna hijau kebiruan ternyata merupakan air payau atau air asin, itulah mengapa danau ini juga disebut sebagai laguna. Danau ini terletak bersebelahan dengan laut lepas yang dibatasi dengan gugusan tebing batuan karst yang tinggi, sehingga membuat hempasan air laut yang memecah karang, buih-buihnya masuk melalui celah bebatuan dan membentuk sebuah laguna. Keunikannya tidak berhenti sampai disitu, gradasi warna Danau Weekuri sangat memanjakan mata, ada bagian danau yang berwarna hijau pekat, biru muda, hijau kebiruan, dan putih sangat terlihat jelas garis-garis gradasi warnanya. Bahkan saat berenang menyelusuri danau, dapat dirasakan ada air yang terasa hangat dan ada pula yang terasa sangat dingin. Ya, karena kedalaman air yang terbilang cukup rendah, maka berenang adalah kegiatan yang sangat cocok dilakukan di danau ini. 


Pengunjung yang tidak mahir berenang tidak perlu khawatir, bermain air dipinggir danau bisa jadi alternatif terbaik. Warga sekitar juga menyediakan ban bekas untuk disewakan bagi orang-orang yang mau berenang dengan harga yang cukup murah, hanya Rp 10.000,- untuk satu buah ban. Atau mungkin ingin mencoba mengapung menghadap ke langit di atas air danau? Tentu bisa dilakukan, karena kadar garam yang terkandung dalam air di Danau Weekuri cukup tinggi jadi memungkinkan orang untuk mengapung tanpa menggunakan pelampung. 

Bagi yang suka tantangan, jangan lupa untuk menguji nyali dengan terjun bebas dari papan loncat setinggi 5 meter yang berada disalah satu sisi danau. Papan loncat ini tersusun atas rangkaian kayu yang sengaja dibuat untuk menarik perhatian pengunjung. Sensasi yang cukup memacu adrenalin ini, ternyata cukup ramai peminatnya. Anak-anak penduduk di sekitar danau biasanya akan memanggil-manggil para pengunjung untuk ikut serta bermain dan terjun bersama mereka. Hal ini sangat memikat rasa penasaran pengunjung dan menciptakan suatu suasana kekeluargaan yang begitu hangat walaupun tidak saling kenal sebelumnya. 

Setelah lelah berenang dan bermain air, cobalah untuk menyelusuri bukit kecil yang berada ditepi danau. Tidak perlu lagi perjuangan keras untuk menapakinya, berjalanlah melewati jalan kayu yang sengaja dibuat untuk memanjakan mata melihat hamparan laut luas yang bebatasan langsung dengan danau. Sensasi yang ditawarkan dari atas bukit ini akan terasa sangat berbeda. 

Langkah kaki dituntun untuk melihat Danau Weekuri dari sisi yang jauh lebih indah. Dari atas bukit disuguhkan keindahan panorama alam yang luar biasa cantik. Laut biru yang terhampar begitu luas ditemani dengan deburan ombak yang menghamtam tebing terdengar seperti merayu telinga dan menenangkan hati. Tebing batuan karst berwarna hitam pekat pun ikut menemani perjalanan langkah kaki bersama dengan pemandangan pepohonan hijau nan rimbun yang menambah kesempurnaan berwisata di Danau Weekuri yang jauh dari keramaian kota. Dari atas bukit ini merupakan tempat terbaik untuk mengabadikan momen yang memancarkan eksotisme Danau Weekuri. Jangan lupa untuk memotret foto diri bersanding dengan Danau Weekuri di spot ini. 

Saat datang pada siang hari, berhati-hatilah dengan sinar matahari Sumba di musim panas. Kenakanlah topi untuk melindungi kepala dan tabir surya untuk melindungi kulit dari sengatan matahari. Tidak disalahkan berkunjung pada siang hari, namun waktu terbaik untuk mengunjungi Danau Weekuri adalah siang menjelang sore hari agar cuaca tidak terlalu terik. Bekunjunglah sekitar pukul 4 sore hari, sembari menunggu matahari tenggelam. Pada saat detik-detik menjelang matahari tenggelam, air danau dapat berubah menjadi sangat biru akibat dari pantulan sinar matahari yang bergerak ke arah barat. Waktu tersebutlah yang menjadi momen terbaik untuk menyaksikan matahari tenggelam di Danau Weekuri dari atas puncak bukit batuan kars. 

Tidak ada fasilitas istimewa disekitar Danau Weekuri, hanya ada beberapa kedai kecil milik warga sekitar yang menjual kain tenun khas Sumba dan beberapa makanan kecil. Tidak ada warung makan, restaurant atau pun penginapan. Sebaiknya pengunjung menyiapkan bekal makanan dan minuman pribadi untuk dinikmati sembari berwisata. Bilik kamar ganti dan toilet pun hanya beberapa saja, tidak dipisahkan laki-laki dan perempuan, dan tidak disediakan air. Topografi dan kondisi iklim di Pulau Sumba menyebabkan masyarakat kerap kali kekurangan air. Jika ingin membilas badan sehabis berenang, warga menyediakan air dengan harga Rp 20.000,- per ember untuk digunakan pengunjung berbilas atau ke toilet. 

Karena lokasinya yang cukup jauh dari perkotaan, Danau Weekuri belum ramai dikunjungi oleh wisatawan. Walaupun letaknya tersembunyi, namun Danau Weekuri menyimpan keunikan dan keindahan yang tiada tara. Danau Weekuri dapat dijadikan sebagai salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat berlibur ke Pulau Sumba. 


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments


In Life

(AKHIR) CERITA

/ce·ri·ta/
tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya)


Aku suka cerita.
Aku suka menuturkan cerita, mendengarkan cerita, membaca cerita, bahkan menulis cerita.
Aku juga suka orang yang menuturkan cerita, mendengarkan cerita, membaca cerita, bahkan menulis cerita.

Tapi,

Bagai satu sisi mata uang, bukan dia orang yang aku suka, karena dia tidak suka bercerita.
Sementara sisi lainnya, dia adalah orang yang aku suka, karena dia suka mendengarkan cerita. Cerita tentang aku.

Seiring jarum jam berputar, hari berganti, bulan berjalan, tidak terasa satu tahun cerita kami terjalin.

Aku dan dia sama-sama saling bertukar cerita, menceritakan satu sama lain.
Aku dan dia sama-sama mengukir cerita kami bersama.
Cerita bahagia, cerita kesakitan, cerita putus asa, cerita kebanggaan, cerita keluarga, cerita kasih sayang, cerita kebosanan, cerita kelelahan, cerita aku, dan cerita dia.

Aku suka itu.

Sampai pada suatu hari, dia berhenti cerita dan aku bertanya-tanya.
Dia tidak lagi menceritakan ceritanya kepadaku dan tidak lagi mendengarkan ceritaku.
Seolah enggan untuk melanjutkan cerita kami bersama.
Aku pun takut untuk bercerita kepadanya.

Aku bersedih.
Aku mungkin hampir kehilangan satu bagian cerita kesayangan di kehidupan ini.
Aku mungkin hampir kehilangan satu orang kesayangan di kehidupan ini.
Aku merasa akan segera kehilangan dia dan ceritanya.

Dia? Aku tidak tahu bagaimana ceritanya sekarang.
Apakah ini akhir cerita kami berdua?
Atau hanya bagian cerita kecil dari untaian cerita kami yang masih belum selesai?




Teruntuk teman cerita kesayanganku,
Dewi Lestari Natalia.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments


In Life Personal

Pemberian Berharga

Hampir saja lupa bagaimana caranya menulis setelah sudah hampir setengah tahun tidak menulis apapun. Tapi tangan ini kembali bergerak untuk mengatakannya dan otak ini berputar untuk mengungkapkannya, ya sebuah tulisan yang terinspirasi oleh dua orang teman kemarin sore. Namanya Parmo dan Parni, sebut saja begitu. Merekalah yang mengisi kehidupan kerja saya di kantor. Mereka baik.

Parmo tahu benar bahwa saya sedang memikirkan untuk membeli sepasang sepatu lari (lagi). Seminggu yang lalu (seingat saya) Parmo bilang “Dee, sepertinya kamu harus mencoba sepatu yang waktu saya membelinya, saya malah teringat seleramu.” 

Kemarin sore, dia menyodorkan sepasang sepatu yang membuat hati saya berbinar ketika melihatnya. “Coba ini!” ucap Parmo sambil bersiap memasangkannya di kaki saya. “Tuh kan, cocok sekali di kaki kamu. Suka?” Dengan segera saya mengangguk dan menjawab “Suka banget. Kok bisa pas gini sih? Ini sih lebih cocok sama saya dibanding sama kamu hehe” Serius deh, saya ngomongnya bercanda. “Oke please, take it home!” HAH? “Kamu serius? Ini kan baru saja kamu beli. Kamu juga butuh ini kan? Saya hanya berguyon saja kok.” Saya tidak menyangka Parmo yang baik itu, memberikan sepatunya untuk saya tanpa banyak pertimbangan. “Saya senang melihatnya sangat serasi saat kamu pakai. Buat kamu saja. Anggap saja hadiah.” Parmo yang baik itu ternyata benar-benar memberikan sepatunya untuk saya. 

Kemarin sore pada kondisi berbeda, tetapi masih sekitar rekan kerja di kantor saya. Parni, anak berumur tiga tahun yang sudah sangat lincah berlari kesana kemari sambil membawa makanan kesukaannya ditangan. “Parni, kakak boleh minta makanannya?” Saya, yang sangat suka dengan anak kecil, mencoba memulai komunikasi pertama kami saat itu, pertanyaan yang terlalu dini dilontarkan untuk pertemuan perdana. Ya, seharusnya ada basa-basi menanyakan siapa namanya atau sekedar ucapan hello, kid! Tapi yasudahlah, makanan ditangan Parni terlihat cukup menarik buat saya. “Inyiiiihh...” Parni dengan logat bayinya kemudian mengulurkan tangan dan memberikannya kepada saya tanpa pertimbangan. Senang sekali rasanya, saya usap kepalanya dan dia tersenyum.

Kejadian itu mengingatkan saya pada satu hal, yaitu hal memberi. Saya tertegun ketika dengan mudahnya Parmo memberikan sepatunya kepada saya padahal dia sadar bahwa sebenarnya dia membutuhkan sepatu itu. Begitupun dengan Parni, memberikan makanan kesukaannya kepada saya padahal saya adalah orang asing bagi dia. 

Bercermin pada diri sendiri, seberapa sering saya memberi sesuatu berharga untuk orang lain? Jangankan memberikan hal berharga yang saya miliki, memberikan hal kecil saja belum tentu terpikirkan. Saya sepertinya harus lebih bertekun dalam ajaran Bapa. Bapa yang rela memberikan AnakNya untuk menebus anak-anak nakal lainnya. Hal ini terjadi atas inisiatif Bapa sendiri. Lebih tepatnya karena anugerah dan kasih Bapa. Kasih yang diwujudnyatakan secara langsung oleh Bapa. 

Saya pikir, dalam hal memberi wajib hukumnya disandingkan dengan hal mengasihi. Sebuah pemberian berharga tidak akan berfaedah jika tidak ada kasih. Karena kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain. Kasih juga tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Dan sampai kapanpun kasih tidak berkesudahan. 

Dapat disimpulkan bahwa kasih itu tidak semata-mata tentang diri sendiri. Ya, kasih bukanlah berpusat pada kepentingan diri, tetapi justru memperhatikan kebutuhan sesama kita. Atau dalam arti singkat, kasih tidak lagi bertumpu pada apa yang orang lain lakukan kepada kita. Saya bersyukur dipertemukan dengan Parmo dan Parni kemarin sore. Mungkin mereka tidak menyadari bahwa kehadiran mereka mengajarkan saya arti sebuah kasih dalam suatu pemberian berharga yang terkesan sederhana. Terima kasih.




With love,
Dewi Lestari Natalia.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments


In Life Personal

Kata Orang Kita Jodoh

Kata orang kita jodoh,
Aku perempuan dan kamu laki-laki.

Kata orang kita jodoh,
Aku pendek dan kamu tinggi.

Kata orang kita jodoh,
Aku penuh dengan kata dan kamu setia mendengar.

Kata orang kita jodoh,
Aku tertawa terus dan kamu selalu misterius.

Kata orang kita jodoh,
Aku berdoa melipat tangan dan kamu juga.

Kata orang kita jodoh,
Aku tak memikirkanmu dan kamu hadir tepat di mataku.

Kata orang kita jodoh,
Aku selalu bertanya dan kamu masih menjawab.

Kata orang kita jodoh,
Aku bodoh dan kamu pintar.

Kata orang aku bodoh,
Aku suka dan kamu tidak (tahu).




Semoga kita berjodoh,
Dewi Lestari Natalia.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments


In Life Personal Song

Natal di Hatiku

December 26th, 2016
03.02 WIB

I was barely alive.
Too happy to forget the Christmas time. Every year in Christmas day, being a Christian that I am, has my own tradition to think, brood, and write. Ya, because I don't want to forget every grace that I got in every Christmas day (ya you know that I have a short-memory-brain-syndrome, right?). This year, I was so excited in every time I wait on the Lord's will and let Him speak to me. Does the Lord speak to me? How come? You won't get it, unless you're one of the people like me who understands that Christian is supposed to be based on personal relationship with God. And this I found very beautiful even sometimes confusing, but I know He will speak to me in His right way.

I have some things to wait for the God's answer this year. Personally, I'd make a list of hopes and prays for this year but I figured there are too many things. In the beginning, I trust that God will answer my pray, everything that I asked in His right time. And in this time I was so excited to let my self seek Him and let Him speak to me. I feel that God always be with me and hope that He will give me the answer of my pray. Surprisingly, it start to feel the Christmas season and the end of the year, the more I expect God to answer all my prays as soon as possible (because I was still wondering there will be so many miracles in the Christmas day). Nope. That's my ego when I forced the Lord to grant. So bad. But after a conflict of conscience for long enough time (maybe around a month when I started being busy with the preparation of Christmas serving), I'm fully aware that my life is under the power and authority of God alone.

I realize on something.
When you're all grown up, you don't list for things you want for Christmas. You list the things that you are thankful for all year round.
Yeah I was wrong about my list of hopes and prays. No no no, it was not about my list but about my self. Ya, I was wrong because I forced the Lord to answer my list.

I should figure there are too many things I'm grateful for. Christmas is the right time to being grateful for getting the good news about the birth of Jesus Christ. Without any list of hopes, the Lord has given to me the most precious One whom love the world. Without any asked, He'd love you, bless you, and keep you. The born of Jesus Christ in our heart is the truest meaning of Christmas. Christmas isn't Christmas till it happen in your heart. So, don't prepare your list of hopes in the Christmas day, but firstly and the most important is prepare your heart to let Him comes and lives. How to make it happen? Pray to God. Ask Him to give you worthy heart so that your life can condescend Him. So, your heart will ready to welcoming His birth for this world.
Natal di Hatiku (Cipt. Jonathan Prawira)
Seperti palungan,
layakkanlah hatiku menyambutMu Tuhan
Seperti emas, kemenyan dan mur,
biar hidupku berkenan padaMu

Sebab natal tak akan berarti tanpa kasihMu lahir di hatiku,
Hanya bersamaMu Yesus kurasakan selalu indahnya natal di hatiku  
Bersama paduan suara surga ku bernyanyi,
Kemuliaan di tempat maha tinggi,
Dan damai sejahtera di antara manusia,
Yang hidupnya berkenan kepadaMu
The Word became flesh and made his dwelling among us. We have seen his glory, the glory of the one and only Son, who came from the Father, full of grace and truth.
(John 1:14 NIV)


Merry Christmas,
Dewi Lestari Natalia.

Read More

Share Tweet Pin It +1

1 Comments