Showing posts with label Personal. Show all posts
Showing posts with label Personal. Show all posts
Hampir saja lupa bagaimana caranya menulis setelah sudah hampir setengah tahun tidak menulis apapun. Tapi tangan ini kembali bergerak untuk mengatakannya dan otak ini berputar untuk mengungkapkannya, ya sebuah tulisan yang terinspirasi oleh dua orang teman kemarin sore. Namanya Parmo dan Parni, sebut saja begitu. Merekalah yang mengisi kehidupan kerja saya di kantor. Mereka baik.
Parmo tahu benar bahwa saya sedang memikirkan untuk membeli sepasang sepatu lari (lagi). Seminggu yang lalu (seingat saya) Parmo bilang “Dee, sepertinya kamu harus mencoba sepatu yang waktu saya membelinya, saya malah teringat seleramu.”
Kemarin sore, dia menyodorkan sepasang sepatu yang membuat hati saya berbinar ketika melihatnya. “Coba ini!” ucap Parmo sambil bersiap memasangkannya di kaki saya. “Tuh kan, cocok sekali di kaki kamu. Suka?” Dengan segera saya mengangguk dan menjawab “Suka banget. Kok bisa pas gini sih? Ini sih lebih cocok sama saya dibanding sama kamu hehe” Serius deh, saya ngomongnya bercanda. “Oke please, take it home!” HAH? “Kamu serius? Ini kan baru saja kamu beli. Kamu juga butuh ini kan? Saya hanya berguyon saja kok.” Saya tidak menyangka Parmo yang baik itu, memberikan sepatunya untuk saya tanpa banyak pertimbangan. “Saya senang melihatnya sangat serasi saat kamu pakai. Buat kamu saja. Anggap saja hadiah.” Parmo yang baik itu ternyata benar-benar memberikan sepatunya untuk saya.
Kemarin sore pada kondisi berbeda, tetapi masih sekitar rekan kerja di kantor saya. Parni, anak berumur tiga tahun yang sudah sangat lincah berlari kesana kemari sambil membawa makanan kesukaannya ditangan. “Parni, kakak boleh minta makanannya?” Saya, yang sangat suka dengan anak kecil, mencoba memulai komunikasi pertama kami saat itu, pertanyaan yang terlalu dini dilontarkan untuk pertemuan perdana. Ya, seharusnya ada basa-basi menanyakan siapa namanya atau sekedar ucapan hello, kid! Tapi yasudahlah, makanan ditangan Parni terlihat cukup menarik buat saya. “Inyiiiihh...” Parni dengan logat bayinya kemudian mengulurkan tangan dan memberikannya kepada saya tanpa pertimbangan. Senang sekali rasanya, saya usap kepalanya dan dia tersenyum.
Kejadian itu mengingatkan saya pada satu hal, yaitu hal memberi. Saya tertegun ketika dengan mudahnya Parmo memberikan sepatunya kepada saya padahal dia sadar bahwa sebenarnya dia membutuhkan sepatu itu. Begitupun dengan Parni, memberikan makanan kesukaannya kepada saya padahal saya adalah orang asing bagi dia.
Bercermin pada diri sendiri, seberapa sering saya memberi sesuatu berharga untuk orang lain? Jangankan memberikan hal berharga yang saya miliki, memberikan hal kecil saja belum tentu terpikirkan. Saya sepertinya harus lebih bertekun dalam ajaran Bapa. Bapa yang rela memberikan AnakNya untuk menebus anak-anak nakal lainnya. Hal ini terjadi atas inisiatif Bapa sendiri. Lebih tepatnya karena anugerah dan kasih Bapa. Kasih yang diwujudnyatakan secara langsung oleh Bapa.
Saya pikir, dalam hal memberi wajib hukumnya disandingkan dengan hal mengasihi. Sebuah pemberian berharga tidak akan berfaedah jika tidak ada kasih. Karena kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain. Kasih juga tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Dan sampai kapanpun kasih tidak berkesudahan.
Dapat disimpulkan bahwa kasih itu tidak semata-mata tentang diri sendiri. Ya, kasih bukanlah berpusat pada kepentingan diri, tetapi justru memperhatikan kebutuhan sesama kita. Atau dalam arti singkat, kasih tidak lagi bertumpu pada apa yang orang lain lakukan kepada kita. Saya bersyukur dipertemukan dengan Parmo dan Parni kemarin sore. Mungkin mereka tidak menyadari bahwa kehadiran mereka mengajarkan saya arti sebuah kasih dalam suatu pemberian berharga yang terkesan sederhana. Terima kasih.
With love,
Dewi Lestari Natalia.
Kata orang kita jodoh,
Aku perempuan dan kamu laki-laki.
Kata orang kita jodoh,
Aku pendek dan kamu tinggi.
Kata orang kita jodoh,
Aku penuh dengan kata dan kamu setia mendengar.
Kata orang kita jodoh,
Aku tertawa terus dan kamu selalu misterius.
Kata orang kita jodoh,
Aku berdoa melipat tangan dan kamu juga.
Kata orang kita jodoh,
Aku tak memikirkanmu dan kamu hadir tepat di mataku.
Kata orang kita jodoh,
Aku selalu bertanya dan kamu masih menjawab.
Kata orang kita jodoh,
Aku bodoh dan kamu pintar.
Kata orang aku bodoh,
Aku suka dan kamu tidak (tahu).
Semoga kita berjodoh,
Dewi Lestari Natalia.
December 26th, 2016
03.02 WIB
I was barely alive.
Too happy to forget the Christmas time. Every year in Christmas day, being a Christian that I am, has my own tradition to think, brood, and write. Ya, because I don't want to forget every grace that I got in every Christmas day (ya you know that I have a short-memory-brain-syndrome, right?). This year, I was so excited in every time I wait on the Lord's will and let Him speak to me. Does the Lord speak to me? How come? You won't get it, unless you're one of the people like me who understands that Christian is supposed to be based on personal relationship with God. And this I found very beautiful even sometimes confusing, but I know He will speak to me in His right way.
I have some things to wait for the God's answer this year. Personally, I'd make a list of hopes and prays for this year but I figured there are too many things. In the beginning, I trust that God will answer my pray, everything that I asked in His right time. And in this time I was so excited to let my self seek Him and let Him speak to me. I feel that God always be with me and hope that He will give me the answer of my pray. Surprisingly, it start to feel the Christmas season and the end of the year, the more I expect God to answer all my prays as soon as possible (because I was still wondering there will be so many miracles in the Christmas day). Nope. That's my ego when I forced the Lord to grant. So bad. But after a conflict of conscience for long enough time (maybe around a month when I started being busy with the preparation of Christmas serving), I'm fully aware that my life is under the power and authority of God alone.
I realize on something.
Yeah I was wrong about my list of hopes and prays. No no no, it was not about my list but about my self. Ya, I was wrong because I forced the Lord to answer my list.When you're all grown up, you don't list for things you want for Christmas. You list the things that you are thankful for all year round.
I should figure there are too many things I'm grateful for. Christmas is the right time to being grateful for getting the good news about the birth of Jesus Christ. Without any list of hopes, the Lord has given to me the most precious One whom love the world. Without any asked, He'd love you, bless you, and keep you. The born of Jesus Christ in our heart is the truest meaning of Christmas. Christmas isn't Christmas till it happen in your heart. So, don't prepare your list of hopes in the Christmas day, but firstly and the most important is prepare your heart to let Him comes and lives. How to make it happen? Pray to God. Ask Him to give you worthy heart so that your life can condescend Him. So, your heart will ready to welcoming His birth for this world.
Natal di Hatiku (Cipt. Jonathan Prawira)
Seperti palungan,
layakkanlah hatiku menyambutMu Tuhan
Seperti emas, kemenyan dan mur,
biar hidupku berkenan padaMu
Sebab natal tak akan berarti tanpa kasihMu lahir di hatiku,
Hanya bersamaMu Yesus kurasakan selalu indahnya natal di hatiku
Bersama paduan suara surga ku bernyanyi,
Kemuliaan di tempat maha tinggi,
Dan damai sejahtera di antara manusia,
Yang hidupnya berkenan kepadaMu
The Word became flesh and made his dwelling among us. We have seen his glory, the glory of the one and only Son, who came from the Father, full of grace and truth.
(John 1:14 NIV)
Merry Christmas,
Dewi Lestari Natalia.
As December approaches, I personally got very excited for the upcoming year (and also for my birthday hihi).
Welcome 24! Yeay...
Getting older is something excited to feel but also something worry too. I thank God for every morning that I woke up, because morning by morning new mercies I see. This year I got new atmosphere of being older, like a garden fully with colorful flowers and rain came with the shining rainbow. Ah so great beautifully! I know that God loves me more and more and more. By His grace I can through pass a year in my life. One of the solid proof of how amazing God’s work is on how I passed my life without any significant affliction. God is good :)
I see the world a bit wider this year, to embrace more opportunities the which lies in front of me of focusing on God, family, and work. Man? Not yet haha (still pray for it xixi). I feel that God is completely blessing me up this year. But it didn't mean that something come without any obstruction. The obstruction must be exist in every life of humanity, but something I called bless is I can go with God in any hard situations in my life.
When ‘teen nowadays’ are not me anymore, I should start to think hard about the future. Twenty four years old is not a teen anymore, I must be one step closer to maturity and wisdom of life. "Happy birthday, Dee! Semoga semakin bijaksana dan dewasa dalam perkataan dan perbuatan ya!" That's one of my friends' hope for me on this birthday. "Dan semoga cepat-cepat ditemukan oleh jodohnya" Another lovelife hope, ada AMEN? Amin haha.
When ‘teen nowadays’ are not me anymore, I should start to think hard about the future. Twenty four years old is not a teen anymore, I must be one step closer to maturity and wisdom of life. "Happy birthday, Dee! Semoga semakin bijaksana dan dewasa dalam perkataan dan perbuatan ya!" That's one of my friends' hope for me on this birthday. "Dan semoga cepat-cepat ditemukan oleh jodohnya" Another lovelife hope, ada AMEN? Amin haha.
Anyway, I and my church choir sang "Great is Thy Faithfulness!" on my birthday. I think this song is really show me up how God bless my life, and your life too.
“Great is Thy faithfulness,” O God my Father,
There is no shadow of turning with Thee;
Thou changest not, Thy compassions, they fail not
As Thou hast been Thou forever wilt be.
Summer and winter, and springtime and harvest,
Sun, moon and stars in their courses above,
Join with all nature in manifold witness
To Thy great faithfulness, mercy and love.
Pardon for sin and a peace that endureth,
Thine own dear presence to cheer and to guide;
Strength for today and bright hope for tomorrow,
Blessings all mine, with ten thousand beside!
“Great is Thy faithfulness!”
“Great is Thy faithfulness!”
Morning by morning new mercies I see;
All I have needed Thy hand hath provided
“Great is Thy faithfulness!”
Lord, unto me!
I didn't want to talk to much in this post. I just want to pour how bless I am with the mercy of God within my 24 years old of life. Thank God for you faithfulness to me.
PS:
I didn't achieve my goal about writing in my 23yo huft. Five drafts of ramblings are now safely tucked inside the blog draft folder. Some of my travel achievements this year didn't pour on my blog yet. Poor me on arranging blogging time management! Sorry :(
PS:
I didn't achieve my goal about writing in my 23yo huft. Five drafts of ramblings are now safely tucked inside the blog draft folder. Some of my travel achievements this year didn't pour on my blog yet. Poor me on arranging blogging time management! Sorry :(
24yo lady,
Dewi Lestari Natalia.
Risau dan pilu mulai berlari mengitariku
Terkadang mengajak gundah untuk ikut berkubu
Namun apa daya ku punya tak sampai
Menangkap semua diganti suka semampai
Diam seribu bahasa itu ku menyebutnya
Terkadang tawa datang melihat tingkahnya
Seribu sayang asap menutupinya
Sulitku menghitung waktu untuk bicara
Tidak tahu ada apa gerangan datang
Hanya termenung menunggu jawaban pemilik kuasa
Jakarta, 21 Januari 2016
Terkadang mengajak gundah untuk ikut berkubu
Namun apa daya ku punya tak sampai
Menangkap semua diganti suka semampai
Satu...Dua...
Pejalan cepat itu meninggalkanku dibelakangnya
Kilat sempurna menyambar dia seutuhnya
Penghibur duka yang akan ku dengar selamanya
Diam seribu bahasa itu ku menyebutnya
Terkadang tawa datang melihat tingkahnya
Seribu sayang asap menutupinya
Tiga...Satu, dua, tiga...
Kacamata itu membunuh waktuku menatapnya
Cukup tiga detik hati ini merasakannya
Ras ibu pertiwi sedikit menghalanginya
Sulitku menghitung waktu untuk bicara
Tidak tahu ada apa gerangan datang
Hanya termenung menunggu jawaban pemilik kuasa
Jakarta, 21 Januari 2016
Di tengah padang galau
...
Dewi Lestari Natalia.
Someday ago, gue iseng buka facebook yang sudah seribu tahun gak dibuka. Isinya, people are changing. Yups. Banyak banget teman-teman gue di facebook yang berubah dan jadi wow, bikin gue jiper sendiri wkwk. Ada yang dulunya butiran debu sekarang udah jadi bongkahan emas, ada yang dari dulu bakat jadi artis dan sekarang jadi artis beneran. Ada juga yang dulunya bercita-cita jadi dokter eh sekarang malah jadi tukang minyak alias petroleum engineer. Luar biasa.
Gue? Gue masih gini-gini aja kayaknya haha. Masih jadi engineer yang gagal huhu. Kadang gue berangan-angan as if I were them. Apalagi kalau liat foto-foto teman-teman kuliah gue yang sekarang dengan gagahnya pakai coverall sambil senyum sumringah ditengah field atau offshore ship atau di pabrik. Atau teman gue lainnya yang lagi menuntut ilmu di negeri seberang sambil nyambi travelling dan get the new experiences to live in another country and culuture. Bukan iri, I'm not jealous with what they have got. Setiap orang punya kesempatan yang berbeda-beda, right?
Pepatah bilang, "Rumput tetangga terlihat lebih hijau". Sebagai manusia, gue paham itu karena pada dasarnya sangat manusiawi sekali perasaan seperti itu. Kalau kata eyang "Namanya juga manusia, nduk. Ya ndak pernah puas toh?". Mungkin memang dari post-an yang teman-teman gue share di facebook look so fun, cool, and adorable. But, we don't know exactly about their real life, right? Kelihatannya memang kehidupan orang lain lebih menarik dibandingkan dengan kehidupan kita sendiri. Tapi, banyak juga orang yang menilai bahwa kehidupan kita justru yang lebih menarik.
Kenapa gitu banget ya jadi manusia? Hmm, jawabannya menurut gue cuma satu. karena kita kurang bersyukur dengan apa yang sudah kita dapatkan.
Xoxo,
Dewi Lestari Natalia.
Kenapa gitu banget ya jadi manusia? Hmm, jawabannya menurut gue cuma satu. karena kita kurang bersyukur dengan apa yang sudah kita dapatkan.
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:18)The key is only "BERSYUKUR". Based on my analysis, if we think about rumput tetangga yang lebih hijau, itu karena kita kurang memandang hijau rumput kita sendiri. Hal ini bisa terjadi karena kita kurang bersyukur akan rumput yang kita punya. Ya kesimpulannya, walaupun sekarang status gue adalah engineer gagal tapi gue bersyukur diberi kepercayaan sama Tuhan buat mengabdi untuk negara ini :")
Xoxo,
Dewi Lestari Natalia.
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)