In Life Thoughts

Merdeka dari Diri Sendiri

Post ini sebagai refleksi dan rekronstruksi makna kemerdekaan, apalagi pada tanggal 17 Agustus 2014 yang lalu, Indonesia baru saja merayakan hari kemerdekaannya yang ke 69 tahun. Kalau ada yang bilang bahwa rasa nasionalisme benih muda Indonesia zaman ini sudah mulai memudar, hati ini seperti teriris sakitnya. Benih muda yang seharusnya menjadi masa depan bangsa Indonesia, justru malah berkurang nasionalismenya. Penurunan moral bangsa sepertinya berbanding terbalik dengan kemajemukan zaman sekarang ini, zaman yang semakin maju ternyata menghasilkan generasi muda yang semakin cuek dan 'menutup mata' perihal bangsa sendiri. Tapi saya percaya hal ini tidak terjadi pada seluruh bangsa Indonesia, artinya masih ada masyarakat yang peduli terhadap Bangsa Indonesia. Indonesia memang sudah merdeka sejak 69 tahun yang lalu, Indonesia sudah terbebas dari jajahan negara asing yang mencoba menguasai Indonesia seutuhnya. Bagaimana dengan warganya? Apakah sudah terbebas dari penjajahan juga? Apakah sudah merdeka?

Let's see the meaning of 'MERDEKA' based on KBBI:
merdeka /mer·de·ka/ /merdéka/ a 1 bebas (dr perhambaan, penjajahan, dsb); berdiri sendiri: sejak proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 itu, bangsa kita sudah --; 2 tidak terkena atau lepas dr tuntutan: -- dr tuntutan penjara seumur hidup; 3 tidak terikat, tidak bergantung kpd orang atau pihak tertentu; leluasa: majalah mingguan --; boleh berbuat dng --;
Merdeka. So, how? 
Tidak harus berkaitan atau berkorelasi dengan bebas dari jajahan untuk suatu negara. Bisa juga direfleksikan pada kehidupan pribadi kita masing-masing. Kalau dibilang rasa nasionalisme bangsa muda sudah tereduksi, coba telaah lebih dalam untuk menemukan alasannya. And according to me, the deepest reason is coming from our deepest heart. Hal ini berhubungan dengan seberapa bebas kah hati kita dari perhambatan, penjajahan, dsb? Seberapa bisa kita untuk berdiri sendiri? Yang membuat kita tidak bisa berdiri sendiri adalah perhambatan dan penjajahan itu sendiri. Lah, katanya tadi Indonesia sudah merdeka dan terlepas dari para penjajah? Tahukah kita, siapa penjajah paling serakah di dunia ini? Penjajah paling serakah adalah diri kita sendiri. Jadi, jika kita berhasil menguasai diri kita dengan baik, kemerdekaan sudah menanti di depan mata kita. Penguasaan diri itu penting sebagai kunci utama cermin hidup kita, tentunya sebagai Bangsa Indonesia. Contohnya pengusaan diri dari segala macam dosa yang bisa menggoda kita kapan saja, dimana saja. 

Secoreh tinta tentang kemerdekaan Bangsa Indonesia sama analoginya dengan penebusan dosa manusia oleh Tuhan Yesus Kristus. Seperti manusia yang telah ditebus dosanya oleh Tuhan Yesus Kristus, manusia sudah merdeka atas dosa-dosanya. Namun, secara terus-menerus manusia tetap saja bisa jatuh ke dalam dosa yang bisa membuat hubungan kita dengan Tuhan semakin jauh (sama analoginya dengan bangsa muda Indonesia yang sudah berkurang rasa nasionalismenya). Paulus berkata dalam Roma 12:2 "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Roh kita diperbaharui oleh Tuhan, dan satu lagi, yaitu jiwa yang diperbaharui. Jiwa berbicara tentang pikiran kita, berbicara cara pandang kita dan perasaan kita. Dan ketika kita sudah diperbaharui dan sudah hidup dalam Tuhan, kita harus tetap menjaga kekudusan hidup kita karena Tuhan itu maha kudus. 
Tahun ini akan menjadi tahun yang mengecewakan kalau hati dan pikiran kita masih serupa dengan dunia ini, keadaan dunia makin resah karena adanya berbagai masalah yang menakutkan. Di sana ada perang, di sini ada pembunuhan maka orang yang serupa dengan dunia akan mudah terbawa oleh arus dunia yang menakutkan. Bagaimana bisa menikmati kemerdekaan kalau seperti ini kondisinya? Salah satu cara untuk bisa merdeka atas diri kita sendiri adalah dengan tidak menjadi sama dengan dunia ini. Peran pengendalian diri sangatlah penting dalam hal ini. Pengendalian diri yang baik akan membawa kita tidak menjadi sama dengan dunia ini beserta dengan gaya hidupnya yang semakin lama semakin membawa diri kita kepada reduksi moral. Dengan begitu kita bisa merdeka dari diri sendiri. Kalau orang dunia berkata bahwa tahun ini susah, jangan Saudara berkata ‘susah’. Perkataan yang pesimis bukanlah bahasa kita. Apa yang dikatakan oleh Firman Allah? “Dia akan memelihara engkau!” (Mazmur 55:23)
Selamat berjuang Bangsa Indonesia! Selamat berjuang untuk bisa merdeka dari diri kita masing-masing! Karena penjajah yang paling berbahaya adalah diri kita sendiri, tentu saja jika kita tidak dapat mengendalikannya dengan baik. 




Merdeka!!!
Dewi Lestari Natalia.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments


In Life Personal

Brother Zone is A War Zone (Really?)

Istilah 'something zone' sekarang lagi ngetren banget di kalangan kawula muda sekitar. Contohnya saja seperti: friend zone, brother zone, sister zone, driver zone, and so on. Kaitannya pasti dengan cinta yang tak terbalaskan atau cinta yang bertepuk sebelah tangan. Let's be focus on brother zone. The reason why I choose this topic for this post is karena gue sendiri mengalami hal ini (curhat session is starting) hahaha. Just for sharing siapa tau ada yang punya pengalaman sama dengan gue.

Berawal dari menonton ulang film One Day yang diperankan oleh si cantik Anne Hathaway as Emma and Jim Sturgess as Dexter. Dexter and Emma are shown each year on the same date to see where they are in their lives. They are sometimes together, sometimes not, on that day. Berlatar Skotlandia era 1980’an film ini begitu manis untuk di tonton. We just friend. Ouccchhh…. Pernah mengalaminya? It's not different with 'We're like a brother-sister relationship', 'I regard you as my brother (or sister)', 'I love him (or her) but he (or she) love the other girl (or boy)', yah something like that lah kira-kira. For some people, brother (or friend) zone is like a war zone between expectation and reality, menyakitkan tapi terkadang menyenangkan terjebak di dalamnya. How do you think about the real function of a special relationship for itself? Is it just for your fun? Apakah hanya untuk ada penghibur hati yang meramaikan handphone dan ngajak makan? Atau memang untuk final destination for our spouse soon to be?

As a girl, it's not easy to express our true feeling about a boy. But, sometimes boy do the same thing. So, who should be the first one who express their feeling? Girl? Boy? Both of them, yeah siapa pun bisa menyatakan perasaannya duluan. Dan saat keduanya ragu untuk menyatakan perasaannya di tengah hubungan yang semakin nyaman satu sama lain, jeng jeng jeng welcome to the war zone!! Selamat datang di zona perang perasaan satu sama lain! Alasan utama kenapa gue nulis post ini sebenernya pure untuk curhat karena gue sudah lelah dengan hubungan aneh seperti brother zone ini. Sebab realitanya bukan hanya gue yang terjangkit virus aneh macam ini, some of my friends have the same condition, too. Muak banget gak tuh? But, thank God sekarang gue sudah mulai bisa move on haha karena gue sadar hubungan aneh seperti ini gak membawa truly goal dalam visi hidup gue. Toh, dia hanya menganggap gue sebagai his best-good-listener-and-advice-giver-sister atau his best partner in crime. And so do I, iyuuuuuh jadi curhat haha. But I really enjoy this relationship untuk beda persepsi, bukan lagi untuk ngarep jadi pasangan hidup tapi benar-benar menganggapnya sebagai best partner,  best adviser, and well best big brother. Brother zone dan sejenisnya akan menjadi big war jika kita terus-menerus memaksakan dan berharap apa yang tidak bisa kita dapatkan. Tapi ketika kita menjadikan itu sebagai hubungan yang dapat membangun satu sama lain, why not? Toh, ini tidak jauh berbeda dengan hubungan persahabatan. 

Saran gue sih sebaiknya hindari diri kita dari hal-hal yang seperti ini. Fokus terhadap tujuan hidup kita agar kita tidak mudah terjebak dalam zona-zona aneh yang sedang booming di zaman ini. Mengingat usia yang beranjak tua, mulai terdengar potongan-potongan celetukan menggelitik tentang pasangan hidup. Di kenalin sana sini, jadi objek ceng-cengan, balada kisah tanya kabar teman lama, sampai ditanya pertanyaan membosankan 'Mana pacarnya sekarang?'. Hanya beberapa orang yang tahu tentang kisah cinta mengenaskan yang gue alami haha. I keep it as a secret, it's about privacy dan harga diri (bukan hal yang mudah untuk orang ekstrovert seperti gue untuk menyembunyikan hal-hal semacam ini dari orang-orang sekitar gue). Sedih dan mengenaskannya adalah ketika semakin gue tau the true meaning of a relationship, semakin mengenaskan pengalaman yang gue dapat, tentooong.... But I make it for live learning karena hidup ini tidak hanya berjalan begitu saja namun ada pembelajaran di dalamnya. Post ini sebagai tanda kecil how I respect a relationship.
"Best relationship: talk like best friends, argue like husband and wife, play like children, and protect each other like brother and sister"
PS:
Thank you for all the times, distance, advice, share. It's not a simply decision. We need some kinds of maturity to make clear all of this  weird things. Welcome to the my single-pure (without any brother, friend, or anything else) zone!!!




I am single and very happy,
Dewi Lestari Natalia.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments